Trenggalek, Memo
Ratusan petani dari Kelurahan Sumbergedong, Surodakan dan Desa Rejowinangunan, Kecamatan Trenggalek secara serentak dalam waktu yang bersamaan melakukan perburuan tikus di lokasi persawahan masing-masing. Mereka tergabung dalam GAPPETI (Gabungan Petani Pengendali Tikus) Trenggalek. Dalam beberapa bulan ini, hama tikus sangat meresahkan petani sehingga produksi sawah mereka mengalami penurunan drastis. Menurut Tulus Arifin. Ketua GAPPETI, gerakan memerangi tikus dalam musim tanam kali ini mereka lakukan serempak, rencananya di lima desa/kelurahan, namun 2 desa lainnya (Kelurahan Ngantru dan Desa Sambirejo) tidak ikut, dikarenakan bantuan “klerat” (racun tikus/Red) dari Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur sangat terbatas.
“Kami mengajukan proposal bantuan ke Kantor Dinas Pertanian Propinsi melalui BPTH Propinsi Jatim berwujud “klerat” sebesar 369 Kg, untuk 5 Desa/Kelurahan dengan luas lahan sawah lebih kurang 360 Hektar, namun yang diberikan hanya 30 Kg. Sehingga pelaksanaan perburuan hari ini hanya diikuti oleh petani dari 3 desa/kelurahan dengan masing-masing kelompok perdesa dijatah 10 Kg. klerat”. demikian Tulus Arifin menjelaskan dengan nada kecewa.
Gerakan memerangi hama tikus ini dimotori oleh Sumadi, SP petugas pengawas hama dari Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek. Sumadi, SP menerangkan tata cara pemasangan klerat serta berbagai trik pengendalian hama tikus, dll.
Sementara itu, para petani yang tergabung dalam GAPPETI merasa sangat kecewa bantuan dari pemerintah tidak memadai. Padahal harga klerat di pasaran sangat tinggi dan tidak terjangkau kocek petani, yakni mencapai Rp.40.000,00/per-Kg. Terutama masyarakat petani dari Desa Sambirejo dan Kelurahan Ngantru yang tidak kebagian jatah klerat subsidi, hati mereka menggembol dongkol dan “nelangsa”. Mereka berharap, kesungguhan pemerintah untuk membantu petani bukan sekedar retorika di atas kertas, namun implementasinya menyasar pada intesitas kebutuhan petani yang mengandalkan hidup dari hasil kerja mereka menggarap sawah.(Haz).
“Kami mengajukan proposal bantuan ke Kantor Dinas Pertanian Propinsi melalui BPTH Propinsi Jatim berwujud “klerat” sebesar 369 Kg, untuk 5 Desa/Kelurahan dengan luas lahan sawah lebih kurang 360 Hektar, namun yang diberikan hanya 30 Kg. Sehingga pelaksanaan perburuan hari ini hanya diikuti oleh petani dari 3 desa/kelurahan dengan masing-masing kelompok perdesa dijatah 10 Kg. klerat”. demikian Tulus Arifin menjelaskan dengan nada kecewa.
Gerakan memerangi hama tikus ini dimotori oleh Sumadi, SP petugas pengawas hama dari Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek. Sumadi, SP menerangkan tata cara pemasangan klerat serta berbagai trik pengendalian hama tikus, dll.
Sementara itu, para petani yang tergabung dalam GAPPETI merasa sangat kecewa bantuan dari pemerintah tidak memadai. Padahal harga klerat di pasaran sangat tinggi dan tidak terjangkau kocek petani, yakni mencapai Rp.40.000,00/per-Kg. Terutama masyarakat petani dari Desa Sambirejo dan Kelurahan Ngantru yang tidak kebagian jatah klerat subsidi, hati mereka menggembol dongkol dan “nelangsa”. Mereka berharap, kesungguhan pemerintah untuk membantu petani bukan sekedar retorika di atas kertas, namun implementasinya menyasar pada intesitas kebutuhan petani yang mengandalkan hidup dari hasil kerja mereka menggarap sawah.(Haz).
0 Komentar:
Posting Komentar
Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.