> BLT DISUNAT 50% UNTUK LAMPU JALAN | Prigibeach Trenggalek

BLT DISUNAT 50% UNTUK LAMPU JALAN


KETERANGAN : Mbah Kasim, penerima BLT RT 25 Desa Sukowetan.


KETERANGAN : Mbah Sutimah,Warga RT 24 Desa Sukowetan, haknya disunat, takut karena diintimidasi.


KETERANGAN : Warga RT 21,22,23,24,25 Yang tidak terima BLT bermusyawarah sunat BLT untuk pengadaan lampu jalan.

BLT DISUNAT 50% UNTUK LAMPU JALAN

Minggu (26/04), masyarakat Trenggalek, berbondong-bondong menuju kantor Kecamatan untuk mengantri BLT yang cair hanya untuk 2 bulan, senilai Rp.200.000,- per-KK. Biasanya, wajah ceria para penerima BLT terbawa pulang sampai ke rumah bersama uang yang mereka terima, namun tidak demikian halnya dengan warga RT 21, 22, 23, 24 dan 25 Desa Sukowetan, Kecamatan Karangan. Warga di lingkungan tersebut nampak memendam seribu pilu, sejuta nelangsa. Pasalnya, hasil investigasi Memo selama 4 hari, mereka hanya akan menerima 50% (Rp.100 ribu), karena yang sebagian disunat untuk kepentingan lampu jalan di lingkungan mereka.
Memo sengaja memilih Desa Sukowetan, Kecamatan Karangan untuk memantau BLT karena jumlah warga penerima lebih besar dibanding desa-desa yang lain, yakni sebanyak 642 KK. Jum’at (24/04) Memo mewawancarai warga penerima, dan dari sini, diketahui bahwa ada beberapa tokoh masyarakat dari RT 21, 22, 23, 24, dan 25, yang tidak menerima BLT telah bermusyawarah berencana memanfaatkan BLT untuk penerangan jalan lingkungan. Namun, para tokoh tersebut berkilah dan menolak bila rencana tersebut ada sangkut pautnya dengan BLT. “Rencana ini tidak ada hubungannya dengan BLT” demikian Atim dan Gofar ngotot ketika Memo mengkonfirmasi.
Kenyataan di lapangan, beberapa warga yang berani bicara, membenarkan bahwa BLT yang diterimakan hanya Rp.100 ribu, selebihnya untuk pengadaan lampu. Dan pada Minggu (26/04), terbukti mereka yang berhak terima BLT terpaksa menyerahkan haknya yang Rp.100 ribu pada koordinator panitia yakni Atim, Gofar, Wagimin dan Yasin (Merka bukan penerima BLT/red), untuk selanjutnya disetorkan kepada Sauji, bendahara Panitia. Mbah Sutimah (72) mengaku menerima BLT Rp.200 ribu, tapi yang seratus ribu disetorkan kepada Sauji. “Kulo mboten ngertos, menawi rumiyin kulo nampi 300 ewu, tapi wau namung niki” katanya sembari menunjukkan selembar ratusan ribu dari balik stagennya. Mbah Sutimah merasa tidak pernah ikut musyawarah lampu jalan, demikian pula dengan Katiran (58) atau Said (67), dan banyak lagi warga yang merasa kecewa namun takut karena diintimidasi oleh tokoh masyarakat.
Menurut beberapa warga yang tak mau disebutkan namanya, penerangan lampu jalan di lingkungan itu, jelas dari uang BLT. Sebab mereka yang tidak menerima BLT sama sekali tidak mengeluarkan dana untuk urunan. “Masyarakat di sini sangat takut pada Atim, Gofar dan Wagimin, mereka biasanya membentak-bentak dan mengintimidasi” kata sumber itu. Memo tidak bisa bertemu Kades untuk konfirmasi karena sedang ke luar kota. Dari salah seorang tokoh, diinformasikan bahwa Kades tidak tahu soal itu, dan jika tahu tentu sangat tidak setuju.
Budi Untoro dari LSM Jack Centre dan Puryono LSM Serasi, menilai menyunat dana BLT untuk kepentingan lampu jalan seperti itu jelas melanggar hukum. Dan otak pemrakarsanya benar-benar tidak berperikemanusiaan. Oleh sebab itu, keduanya menghimbau kepada Ir. Cipto Wiyono, M.Si., (Sekretaris Daerah Trenggalek) dan Agus Yahya, SE, yang bertugas memantau pelaksanaan BLT di Kecamatan Kota dan Karangan, hendaknya bersikap bijak serta mencermati kasus ini. Sementara kepada pihak yang berwajib, perlu ditegaskan bahwa hukum dan perundang-undangan anti korupsi dana BLT tidak mengenal toleransi.(Haz).

0 Komentar:

Posting Komentar

Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.