> Trenggalek : Konspirasi Dokter dan Bidan, Dua Nyawa Melayang?! | Prigibeach Trenggalek

Trenggalek : Konspirasi Dokter dan Bidan, Dua Nyawa Melayang?!

Saya paramedis aspal (illustrasi)
Trenggalek (prigibeach.com) - Kembali dunia kesehatan tercoreng dan masyarakat kecil menjadi korban akibat kecerobohan oknum tenaga kesehatan yaitu Bidan Desa Sumberdadi, Trenggalek, Jawa Timur, Puji W. Nugroho. Peristiwa itu terjadi sekitar dua minggu yang lalu, tepatnya pada hari Jum'at (12/11). Seorang hamil dari Desa Sumberdadi, bernama Wiji datang kerumah Bidan desa Puji W. Nugroho yang kebetulan rumah bidan tersebut juga dijadikan tempat prakteknya.

Diantarkan suaminya Gisan 24th, Wiji meminta pertolongan karena dia akan melahirkan, setelah mendapat pemeriksaan dari bidan Puji W. Nugroho Wiji disarankan untuk pulang dan kembali lagi nanti ke tempat praktek bidan Puji W. Nugroho pada sore harinya. Karena menurut bidan tersebut Wiji belum waktunya melahirkan alias pembukaan partes belum komplit, padahal waktu itu Wiji merasa ada yang kurang beres dengan kandungannya. Dia merasa bentuk perutnya tidak lazimnya orang hamil dan merasa mau melahirkan.

Tetapi hal ini tidak menjadi pertimbangan bidan Puji W. Nugroho dan tetap menyuruh Wiji untuk pulang. Namun apa yang terjadi? Sore hari ketika Wiji kembali ke tempat praktek bidan Puji W. Nugroho ternyata keadaannya sudah sangat lemah alias kolaps. Merasa tidak mampu mengatasi keadaan maka bidan Puji W. Nugroho merujuk Wiji ke RS. Budi Asih, Trenggalek. Dengan diantar suaminya dan bidan Puji W. Nugroho Wiji tiba di RS. Budi Asih sekitar jam 16.00, dan langsung ditangani Dr. Harmono S.po.g; Kurang lebih 20 menit dalam penanganan Dr. Harmono S,po,g. ternyata sang dokter juga tidak mampu berbuat banyak dan sekitar 17.00 akhirnya Wiji meninggal bersama dengan bayinya.

Menurut pernyataan Basuki, Humas RS. Budi Asih, kematian Wiji dan bayinya adalah akibat dari kurang telitinya dan kurang tanggapnya bidan Puji W. Nugroho, yakni salah pada waktu observasi awal. Hal ini senada dengan pernyataan dokter Harmono, S.po.g bahwa kematian Wiji disebabkan pendarahan dalam dan mungkin masih bisa tertolong apabila lebih dini dibawa ke RS. Budi Asih. Yang menjadi pertanyaan sekarang kenapa seorang bidan Desa merujuk pasiennya ke rumah sakit swasta seperti RS. Budi Asih? Bukannya ke RSUD setempat yang tentunya lebih komplit dan canggih dalam penanganan maupun alat-alatnya. Ataukah atas permintaan pihak pasien itu sendiri?

Usut punya usut ternyata ada dugaan praktek bisnis terselubung antara beberapa Bidan desa dengan RS. Budi Asih. Diduga Dr. Harmono S.po.g sebagai dokter kandungan di RS. Budi Asih telah memberikan kepada beberapa bidan desa sejumlah uang sebagai kontrak untuk bisa merujuk pasien ke RS. Budi Asih. Kalau memang benar hal ini terjadi tentunya tindakan tersebut benar-benar tidak berprikemanusiaan karena mengatasnamakan segi pelayanan dan penyelamatan jiwa untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Menilik dari kasus ini tentunya masyarakat bisa menilai masih pantaskah bidan Puji W, Nugroho dan dr. Harmono, S.po.g menjadi tenaga kesehatan yang jelas kurang mementingkan keselamatan dari pasiennya?! (Haz).
Related Posts with Thumbnails

4 Komentar:

Anonim mengatakan...

sepertinya saya sendiri sudah tidak kaget lagi mendengar hal seperti itu karena gak cuma bidan itu aja tapi masi banyak lagi kecurangan.Apalgi kalo pasien kurang mampu, mau mati pun tenaga medis cuek-cuek aja tuh.Ya gitu mau kiamat wajar

Diana Puji Handayani mengatakan...

@ Anonim : Semoga mereka yang mampu berpartisipasi sadar.. thanks, Guys

Anonim mengatakan...

Kenapa orang yang diberi kesempatan berbuat kebaikan buat masyarakat malah menyalahgunakan kesempatan itu?semoga segera sadar bahwa itu amanat yang tak semua orang diberi kemuliaan itu.

Anonim mengatakan...

Semoga kejadian ini bisa menjadi pengalaman bagi para bidan2 lainya dalam menjalankan tugasnya bisa lebih teliti dan berhati2 lagi sesuai dengan standart pelayanan..

Posting Komentar

Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.