> PANSUS : LKPJ BUPATI HANYA BICARA KUALITAS | Prigibeach Trenggalek

PANSUS : LKPJ BUPATI HANYA BICARA KUALITAS


Bupati Soeharto, saat menyerahkan naskah LKPJ pada Dewan

Trenggalek, Memo

Pansus DPRD yang diketuai oleh Kholiq, SH., M.Si. menilai APBD Trenggalek Tahun 2008 hanya bicara kualitas sehingga parameternya tidak jelas dan sulit dirumuskan. Kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam APBD setiap tahunnya berdasarkan RPJMD yang merupakan arah pengggerak dinamika dan pengelolaan sumberdaya daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam kurun waktu lima tahun. Padahal pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, termasuk IPM bukan semata-mata bentuk out come kinerja pemerintah, melainkan akumulasi hasil kerja pemerintah dan masyarakat –yang juga harus dihargai- serta pengaruh-pengaruh eksternal baik lokal, nasional maupun yang bersifat global. Dengan analisa kualitatif seperti yang disajikan oleh LKPJ Bupati tersebut, Pansus melihat bisa berujung pada benturan pandangan berbagai pihak yang berkepentingan. Diharapkan ke depan perlu ada penyempurnaan dengan sajian kuantitatif untuk tolok ukur setiap kebijakan, mengingat RPJMD masih bersifat makro sehingga sulit dianalisa secara kuantitatif untuk uji efektivitas, produktivitas dan effesiensi kinerja Pemerintah Daerah dari realitas kinerja eksekutif. Indikator ekonomi makro tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan kinerja pemda.

Menyangkut Bidang Pemerintahan, SDM masyarakat masih perlu peningkatan kemampuan agar lebih berdaya melalui peran fasilitasi pemerintah. Komitmen APBD masih kecil, terlihat dari program-program pemberdayaan di bidang pertanian, perdagangan, koperasi, industri rumah tangga, UKM, dll. Bahkan inisiatif anggaran Rp.10 M untuk sapi perah terbukti tidak teregulasi dengan baik dan gagal dilaksanakan.

Kualitas SDM birokrasi yang dimiliki daerah ini terbilang cukup baik, rata-rata berpendidikan S1 dan S2. Hanya saja, karena penempatan yang tidak pas pada posisi yang sesuai dengan kompetensi dan profesionalismenya (the man is not on the right place), SDM birokrasi di daerah ini mengalami kelambanan produktivitas dan prestasi. Terutama pada tataran manajer-menengah -atau di bawahnya- yang bukan hanya membutuhkan kemampuan manajemen, tetapi masih diperlukan kemampuan tehnik, skill dan profesionalisme sesuai dengan basis pendidikannya. Dalam hal ini RPJMD dengan misi meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintahan dan manajemen pemerintahan daerah yang efektif, produktif dan efisien, namun dilihat dari program-program yang tertuang masih meninggalkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance). Akibatnya penyampaian RAPBD sering molor dari jadwal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan sehingga pelaksanaan APBD pun terlambat akhirnya berdampak lemahnya daya serap APBD. Itu merupakan bukti kinerja yang kurang efektif, tidak efisien, dan menghambat produktivitas. Intikator lain bisa diteliti dari kondisi subtansi administrasi pemerintahan desa. Banyak sekali desa yang terlambat membuat APBDes maupun LPJ, padahal ini merupakan kiat yang sangat strategis dalam rangka mewujudkan otonomi desa yang mandiri, dalam meningkatkan pelayanan publik; sekaligus sebagai bahan evaluasi sejauh mana implementasi PP 72 Tahun 2006 dapat dilaksanakan.

Tatakelola pemerintahan yang baik dalam konteks desentralisasi seharusnya terpola dalam pendelegasian beberapa wewenang khusus dari Bupati kepada Kepala SKPD. Tujuan deregulasi dan debirokratisasi delegasi ini adalah menghindari birokrasi yang sentralistik sekaligus agar jauh lebih produktif dan berkualitas. Misalnya mutasi tugas tenaga tehnis, seharusnya cukup ditangani dalam lingkup SKPD yang bersangkutan, bukan langsung oleh Bupati seperti selama ini. Pansus menegaskan, bahwa SDM birokrasi daerah ini tidak jelek, hanya penempatannya yang tidak tepat.

Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan pendapat daerah selama ini juga masih konservatif -dari tahun ke tahun sumbernya sama, karena keterbatasan dalam penggalian sumber-sumber baru. Langkah-langkah inovatif dan berani sangat diperlukan di masa datang, agar bisa mengurangi ketergantungan untuk mencapai otonomi daerah yang mapan. Walau diakui upaya ke sana sudah dilakukan seperti pembentukan beberapa perusahaan daerah dan penyertaan modal usaha pada pihak ketiga, sampai saat ini terasa belum memberikan kontribusi memadai. Sementara maksimalisasi manfaat asset-asset daerah terkesan masih terbengkalai. Pengelolaan belanja daerah juga masih belum maksimal, hampir sepertujuhnya menjadi SILPA, yang bila diamati merupakan fakta gagalnya manajemen pembangunan yang dilaksanakan.

Pembiayaan daerah masih konservatif, sumber penerimaan masih tetap, sedang dari sisi pengeluaran telah diatur dengan Perda masing-masing. Diharapkan ke depan, setiap insiatif Perda terkait diperhitungkan lebih cermat.Secara umum, dalam Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, dari sisi pertanggungjawaban keuangan daerah, Pansus sependapat dengan opini BPK.

Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah, urusan wajib diperlukan pendekatan manajemen yang lebih mengedepankan kejelian dan kepiawaian strategi dan pemilihan prioritas. Dalam urusan pilihan, komitmen APBD masih rendah, kecuali peternakan – urusan pilihan yang lain nyaris mengalamai stagnasi. Sementara dalam Penyelenggaraan Tugas Pembantuan, Pansus menilai selama ini DPRD hanya dijadikan legalisator oleh pemerintah daerah –sekedar tahu- sinkronisasi meragukan, pemerataan dan keadilan antar wilayah terabaikan. Fungsi KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplikasi) seharusnya digulirkan secara faktual dan transparan agar pelaksanaan tugas-tugas pembantuan dan dekonsentrasi bisa dipertanggungjawabkan dengan baik dan bermakna, di semua lini dan sektor.

Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan, tiga catatan disampaikan, pertama sengketa lahan antara Pemerintah dan masyarakat, dikaitkan dengan program pemerintah sejuta lahan bagi masyarakat kurang mampu dan betul-betul membutuhkan. Kedua, kebijakan dana penanggulangan dan pencegahan bencana alam tidak mutlak dihabiskan jika memang tidak terjadi bencana atau upaya pencegahannya. Ketiga, kerja sama antara Daerah dengan KPU, Pansus berharap agar Daerah mengambil tanggung jawab sebagian anggaran dalam proses pelaksanaan pengamanan pemilu daerah.(Haz)

0 Komentar:

Posting Komentar

Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.