Reporter : Nanang Masyhari
Trenggalek, Memo
Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri mempersulit distribusi pasir liar alias dari tambang mekanik yang berasal dari Sungai Brantas, untuk dibawa keluar. Pemkot berencana menutup sejumlah akses jalan menuju pertambangan dengan mengalihkan jalur, dan memblokir semua pintu masuk. Walikota Kediri dr. Samsul Ashar ketika dikonfirmasi, usai menjalankan ibadah Sholat Jumat membenarkan rencana penutupan akses jalur ke pertambangan ilegal tersebut.
"Iya, diawali dari razia satpol PP kemarin, nantinya akan kita teruskan dengan program pengalihan jalur provinsi di kelurahan Semampir, dan menutup sejumlah pintu masuk dengan memasang tembok 2 meter," terang Walikota dr Samsul Ashar, Jumat (14/8/2009) siang.
Rencana untuk mempersulit distribusi pasir liar keluar tersebut, imbuh Walikota Kediri, saat ini tengah digodog, termasuk proses izinnya yang masih diurus ke Provinsi Jawa Timur. " Karena akan ada rencana pengalihan jalur provinsi. Yaitu, jalur menuju Kota Kediri dialihkan ke barat, melewai Jambatan Semampir ke selatan," terang dr Samsul Ashar.
Dengan pengalihan jalur tersebut, Pemkot Kediri berharap, truk-truk yang biasanya memuat pasir kesulitan untuk masuk. "Kedepan, hanya ada penampangan tradisional dengan alat bojong. Karena, kita ketahui, akibat maraknya penambangan pasir ilegal, kini telah mengancam jembatan, dan merusak lingkungan di tepi Sungai Brantas," tandas dr Samsul Ashar.
Terpisah, penambangan pasir ilegal juga mengancam terjadinya krisis air di Kota Kediri. "Tiga-empat tahun terakhir, permukaan Sungai Brantas kini turun 4 meter. Secara otomatis, sumber sumur-sumur warga juga turun. Apalagi, saat ini memasuki musim kemarau, tentu membuat khwatir warga," kata Kasubbag TU Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan (DTRKP) Kota Kediri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sekjen Asosiasi Perusahaan Tambang (Apertam) Jawa Timur, Hudin Al Sony, mengatakan, jika hasil atau keuntungan penambang pasir liar mekanik tersebut sangat besar, meski tidak sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan yang dirasakan warga.
Sony, yang juga anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air (TKPSDA) Brantas dari Mojokerto–Tulungagung mengatakan, dalam sehari jumlah pasir yang dikeruk penambang liar mekanik mencapai 400-500 rit truk. "Kalau dijumlahkan dalam bentuk uang minimal Rp 300.000 per-rit, maka sehari mencapai Rp 150 juta," jelas Sony.(nng/Haz)
0 Komentar:
Posting Komentar
Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.