Trenggalek (prigibeach.com) - Sidang kasus korupsi jaringan Teknologi Informasi (TI) di Kabupaten Trenggalek kembali digelar Kamis (26/11) dengan terdakwa Hamid Subagyo dan Nuryanto. Sidang dilangsungkan terpisah di ruang I Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek dipimpin oleh Hakim Ketua Iwan Hariwinanto didampingi dua hakim anggota Joko waluyo dan Sunarti.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua orang rekanan yang menjadi terdakwa dalam korupsi pengadaan jaringan Teknologi Informasi (TI) tahun 2007 dengan hukuman masing-masing empat tahun dan lima tahun penjara.
Pada sidang pertama yang berlangsung kurang lebih satu jam, JPU Ririn dan Ipe secara bergantian membacakan amar tuntutan yang tertuang dalam surat tuntutan dengan nomor registrasi PERK: PDS-05/TRGAL/0208 atas terdakwa Hamid Subagyo dengan ancaman hukuman selama empat tahun penjara.
JPU berkeyakinan bahwa terdakwa telah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diperbaharui dengan UURI nomor 20 tahun 2001.
"Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp618,176 juta," kata jaksa Ririn saat membacakan materi tuntutannya.
Selain menuntut hukuman empat tahun penjara dikurangi masa penahanan, terdakwa Hamid juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp. 200 juta subsider enam bulan kurungan.
Menanggapi tuntutan tersebut, penasehat hukum terdakwa Hamid, Krisna Budi Cahyana menyampaikan keberatannya terhadap isi materi tuntutan jaksa. Dia menilai bahwa Hamid hanyalah korban.
"Dimana-mana yang namanya kasus korupsi itu biasanya yang dibidik terlebih dahulu adalah pejabat atau penyelenggara anggarannya terlebih dahulu, bukan rekanan. Menurut saya, kasus ini aneh dan terkesan seperti ada `permainan`," kata Krisna Budi tanpa bersedia menjelaskan lebih rinci apa yang dia maksud dengan "permainan" itu.
Dia hanya mengisyaratkan bahwa klien-nya (Hamid Subayo/red) sengaja dijadikan "tumbal". Indikasinya, selain penanggung jawab yang sama sekali tidak "disentuh" jaksa, proyek pengadaan jaringan Teknologi Informasi (TI) senilai Rp.1,4 M itu telah melalui prosedur pelaksanaan yang ditentukan.
"Kan sudah ada pengawas proyeknya. Kalau memang pelaksanaan proyek tersebut dianggap bermasalah, harusnya pencairan anggaran proyek tidak diberikan sepenuhnya pada kontraktor," kata Krisna bersikukuh.
Penyampaian pledoi terdakwa baru dijadwal dua minggu lagi (10/12), Krisna berjanji untuk mengungkap semua fakta itu di depan majelis hakim dalam sidang lanjutan, termasuk mengungkap adanya indikasi "permainan" dalam penanganan kasus tersebut.
Sementara dalam sidang kedua hari itu, Penasehat Hukum terdakwa Nuryanto mempertanyakan diskriminasi jaksa yang mengajukan tuntutan lebih berat pada terdakwa Nuryanto. Kliennya dituntut lima tahun penjara sedang Hamid Subayo hanya 4 tahun.
Sama seperti halnya sidang terdakwa Hamid, sidang kedua dengan terdakwa Nuryanto ini berlangsung singkat. Jaksa dalam amar tuntutan setebal kurang lebih 70 halaman itu menjerat terdakwa dengan pasal yang sama, yakni pasal 2 ayat (1) UURI nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diperbaharui dengan UURI nomor 20 tahun 2001.
"Padahal kasusnya sama dan pasal yang dikenakan tidak berbeda, itu memang hak jaksa penuntut. Kami akan tetap melakukan pembelaan karena klien saya yakin dirinya tidak bersalah dan hanya jadi korban," kata Patoyo, penasehat hukum Nuryanto.(hab)
0 Komentar:
Posting Komentar
Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.