Trenggalek, prigibeach.com Mitos masyarakat Prigi, Kecamatan Watulimo, tentang terciptanya kawasan teluk Prigi merupakan sejarah awal adanya upacar Larung sembonyo. Meskipun masyarakat Prigi hampir seluruhnya beragama Islam, namun mereka merasa kurang tentram hidupnya bila meninggalkan tradisi dan upacara Sembonyo yang mereka yakini bisa menjaga keseimbangan dengan alam sekitar serta alam semesta. Upacara Sembonyo biasanya dilakukan setiap bulan Selo. Pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat nelayan dan petani berkaitan dengan mata pencaharian sebagai nelayan, petani serta merupakan sarana unutuk menghormati leluhurnya yang berjasa dalam membuka kawasan teluk Prigi. Mereka tidak ingin melupakan jasa Tumenggung Yudo Negoro sebagai pahlawan sekaligus sebagai pendiri desa Tawang, Tasikmadu. Jika mereka melalaikan khawatir ada gangguan, sulit dalam penangkapan ikan, panen pertanian gagal, timbul wabah, bencana alam dan sebagainya. Upacara Larung sembonyo tahun 2009 dilaksanakan kemarin hari Minggu Kliwon (8/11) dengan sederhana. Warga Kecamatan Watulimo tumplek-bleg menyaksikan kegiatan itu. Hadir dalam acara sembonyo, selain Bupati H. Soeharto,Ketua DPRD Akbar Abbas,beberapa kepala satuan kerja perangkat daerah ( SKPD). Dalam sambutanya Bupati Trenggalek Soeharto mengatakan, labuh laut merupakan bukti rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Tuhan kepada nelayan. "Sekaligus sebagai sarana untuk silaturahmi, baik warga sekitar atau pun nelayan berlabuh di Pantai Prigi ini," ujarnya. Penyelenggaraan Sembonyo setiap tahun didanai oleh Pemkab Trenggalek dalam rangka promosi wisata. Upacara Sembonyo penuh syarat-syarat yang harus ada dengan beraneka ragam larangan. Hal ini merupakan cermin watak masyarakat Prigi, khususnya masyarakat nelayan yang membutuhkan ketekunan, ketabahan dan keberanian menantang maut, yang mengintai setiap saat. Laut ladangnya, laut tempat rejekinya. Menurut Kabag Humas Trenggalek, Joko Setyono, Larung sembonyo dilaksanakan di Teluk Prigi, Desa Tasik madu atau Karanggongso Kec. Watulimo. "Upacara adat serupa juga mentradisi didesa Tasik madu, Prigi, Margomulyo, Karanggandu, dan Karanggongsoitu disebut dengan berbagai istilah yakni sedekah laut; larung sembonyo; upacara adat sembonyo; mbucal sembonyo; bersih laut", ujar Joko. Menurut hikayat, Sembonyo adalah nama mempelai tiruan berupa boneka kecil dari tepung beras ketan, dibentuk seperti layaknya sepasang mempelai yang sedang bersanding. Duduk diatas perahu lengkap dengan peralatan satang, yaitu alat unutuk menhjalankan dan mengemudikan perahu. Penggambaran mempelai tiruan yang bersanding diatas perahu ini dilengkapi pula dengan sepasang mempelai tiruan terbuat dari ares atau galih batang pisang, diberi hiasan bunga kenangadan melati, lecari. Karena sembonyo mengambarkan mempelai, maka perlengkapan upacara adat sembonyo juga dilengkapi dengan asahan atau sesaji serta perlengkapan lain seperti halnya upacara perkawinan tradisional jawa. Tiruan mempelai yang disebut Sembonyo itu berkaitan dengan mitos setempat mengenai terjadinya tradisi larung sembonyo. Tradisi ini bermula dari suatu peristiwa yang dianggap pernah terjadi , yaitu perkawinan antar Raden Nganten Gambar Inten, dengan Raden Tumenggung Kadipaten Andong Biru. Raden Nganten Gambar Inten juga terkenal dengan nama raden Nganten Tengahan. Perkawinan itu dilaksanakan sebagai syarat keberhasilan Raden Tumenggung Andong Biru Atau Raden Tumenggung Yudo negoro membuka hutan wilayah teluk Prigi dan sekitarnya untuk dijadikan daerah pedesaan, yang sebelumnya dikenal sebagai hutan yang sangat angker dan tidak dapat dihuni manusia. |
2 Komentar:
Mantab pak Blognya tetap updet beritanya pak yow?? kloga keberatan coment juga d blog q klik disini
Alhamdulillah, Mas Yoga, Insyaallah akan lebih mantab lagi bila Anda kunjungi http://www.blogger.com/
Okay...terima kasih
Posting Komentar
Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.