VIVAnews - Kelompok Kerja (Pokja) Komunikasi dan Informatika Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menerima manajemen Televisi Pendidikan Indonesia yang mengadukan nasib mereka. Dalam kesempatan itu, manajemen TPI menilai bahwa tempat mereka bekerja tidak pailit.
Hal itu dikemukakan Manajer Program TPI Erwin Anderson di hadapan Komisi I yang dipimpin Ketua Pokja Hayono Isman (F-PD) di ruang rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa 3 November 2009. Sebelumnya yang mengadu ke DPR adalah para karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Cipta Kekar TPI yang diketuai Marah Bangun.
Al Muzzammil Yusuf (F-PKS) menilai kedatangan manajemen TPI yang mengadu tentang kepailitan perusahaan tempat bekerja ke Komisi I dinilianya kurang tepat. Menurutnya, persoalan kepailitan merupakan persoalan hukum dan semestinya manajemen TPI melakukan audiensi dengan Komisi III yang membidangi hukum. "Karena yang dilaporkan adalah soal hukum,” katanya.
Meskipun meminta manajemen TPI untuk bertemu Komisi III, Al Muzzammil dalam pertemuan itu mengutarakan dukungannnya. ”Komisi I akan mem-back up bila PT TPI melakukan pertemuan dengan Komisi III,” jelasnya.
Hal senada diungkap Yorrys Raweyai (F-PG). Yorrys mengusulkan supaya memberi masukan kepada Komisi III terkait dengan UU Niaga. Ia menilai TPI merupakan aset yang tetap harus dipertahankan. "Kami memberi masukan kepada Komisi III terkait UU Niaga,” katanya.
Helmi Fauzy (F-PDI Perjuangan) dalam pertemuan itu menjelaskan bahwa akan ada dampak yang sangat besar bila TPI dipailitkan. Ia menilai sebagai stasiun televisi, TPI merupakan aset yang harus dipertahankan. "TPI lebih mengedepankan citarasa Indonesia,” katanya. Helmi mengatakan Komisi I siap melindungi aset-aset milik negara.
Sementara itu Direktur Program TPI Erwin Anderson dihadapan Komisi I menjelaskan bahwa kedatangan manajemen televisi itu untuk memperoleh dukungan. ”Kami datang kemari minta dukungan supaya persoalan kami dapat cepat selesai,” katanya.
Ia berharap, TPI dapat terus menjalankan operasional. ”Secara operasional kami tetap kuat. Rating kami tidak terganggu," ujarnya. Lebih jauh ia menegaskan bahwa TPI tidak pailit.
Sengkarut pailit TPI bermula dari gugatan Crown Capital Global Limited yang mengklaim memegang obligasi TPI senilai US$ 53 juta. Obligasi itu diterbitkan pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Tapi hingga tanggal jatuh tempo, TPI tak kunjung melunasi utang tersebut sehingga Crown pun mengajukan gugatan pailit.
Meskipun dalam pada neraca keuangan TPI pada 2007 dan 2008 utang obligasi itu tak tercantum lagi, namun majelis hakim berpendapat sepanjang persidangan tidak ada pihak yang membuktikan pelunasan tagihan pada 2007 dan 2008. Majelis hakim menilai permohonan pailit Crown Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana ditentukan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Majelis berpendapat utang tersebut terbukti belum dilunasi hingga kini.
Kini, TPI yang memiliki market share 10% dari 40 juta pemirsa di Tanah Air 75% sahamnya dimiliki PT MNC. Perusahaan ini menguasai saham TPI melalui PT Berkah Karya Bersama. MNC adalah anak usaha PT Global Mediacom Tbk yang dulu bernama PT Bimantara Citra dan dikendalikan Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe).
Sebelumnya juragan TPI adalah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). Nah, manajemen TPI saat ini menyatakan obligasi tadi hanya akal-akalan untuk menutupi dugaan penggelapan uang TPI yang dilakukan oleh pemilik lama, Siti Hardiyanti Rukmana. Dan TPI melakukan kasasi ke Mahkamah Agung menolak pailit.
0 Komentar:
Posting Komentar
Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.