> SMKN 7, Sekolah "High Class" Tanpa Listrik | Prigibeach Trenggalek

SMKN 7, Sekolah "High Class" Tanpa Listrik


Selasa, 3 Nopember 2009 Posts by: jps | Kategori: Malang Raya, Pendidikan | ShareThis

SUKUN-MALANG- Punya status sebagai sekolah bertaraf internasional ternyata tak selamanya membuat sekolah itu menjadi mewah. Salah satu contohnya, adalah SMK Negeri 7. Meski sebagian kelasnya berstatus RSBI, tapi sekolah yang sejak Juli lalu menduduki gedung baru di Jl KS Tubun IV, Sukun ini, tak berlistrik.

Kondisi ini pun diakui Kepala Sekolah SMKN 7, Hari Sunyoto. Menurut Hari, sudah satu setengah bulan sekolah berjalan tanpa listrik. Untuk sekolah RSBI, hal ini tentu ironis, karena kegiatan belajar seharusnya tidak lagi manual (papan tulis), tapi melalui peralatan multimedia. ”Sebelum menduduki gedung baru, kami sudah mengajukan izin pemasangan listrik ke PLN. Tapi belum juga dituruti,” kata Hari, Senin (2/10).

Pihak sekolah sebenarnya juga sudah mengakali kondisi ini. Caranya, dengan menggunakan sambungan izin pesta. Namun, pihak sekolah akhirnya menyerah juga dengan cara ini. Maklum, tiap bulan harus merogoh kas lebih Rp 5 juta. Tanpa listrik, peralatan multimedia pasokan pemerintah, seperti LCD projector, komputer, dan televisi, terpaksa nganggur.

Kondisi tanpa listrik ini terjadi di seluruh kelas SMKN 7, yang jumlahnya sebanyak tiga RSBI, dan tiga kelas reguler itu. Para siswa pun tak tahan untuk terus memendam prihatin. Protes mereka pun terpampang jelas di kelas XI AK (analisis kimia) 1, yang berstatus RSBI. Mereka memasang poster bernada menyindir PLN, di antaranya Listrik aja masuk desa, kenapa Skavela (sebutan SMKN 7) tidak? atau katanya melayani malah menyusahkan.

Sekolah pun menjadi sasaran kekecewaan murid. Irsya Amalia, siswi kelas XI AK 1, misalnya, mengaku dia dan kawan-kawannya sudah jenuh dengan janji sekolah. ”Katanya suruh tunggu minggu depan, tapi hanya janji begitu terus,” ujarnya kesal sambil beberapa kali mengipas-kipaskan buku di dalam ruangan tanpa kipas angin itu.

Yang membuat para siswa lebih jengkel, meski pengajaran di sekolah berlangsung tanpa listrik, tapi mereka tetap dibebani biaya SPP yang tidak murah. Menurut Bayu, salah satu siswa AK-2, untuk kelas reguler (non-RSBI), SPP-nya mencapai Rp 165.000. Untuk kelas RSBI, SPP malah mencapai Rp 200.000. ”Itu belum biaya praktikum sebesar Rp 20.000 tiap bulannya, juga uang sumbangan masuk sekolah yang mencapai Rp 2 juta” ungkap Bayu.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Shofwan, mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. ”Listrik kan urusannya PLN. Kami sudah berusaha mengurus, tapi mereka yang mengatakan belum bisa mengaliri,” ujar Shofwan yang mendengar bahwa aliran listrik akan tersambung dalam minggu ini di SMKN 7. ab


0 Komentar:

Posting Komentar

Bila Anda suka dengan entry blog ini, sudilah menuliskan komentar di sini.
Terimakasih.